Monday, November 10, 2014

Budidaya Semut Rangrang untuk Pengendali Hama Alami pada Tanaman Kakao

Budidaya Semut Rangrang untuk Pengendali Hama Alami pada Tanaman Kakao - Semut rangrang sebagai pengendali hama tanaman alami telah banyak diteliti dan diketahui di seluruh dunia. Indonesia juga sudah merakan manfaatnya. Hal ini seperti yang ditulis oleh Tri Wulan Widya Lestari, SP (POPT Ahli Pertama Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo). Pada artikel yang berjudul Potensi Pemanfaatan Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) sebagai Musuh Alami pada Pertanaman Kakao.
Artikel ini saya kutip dari http://www.bkpgorontalo.org/?option=detail&id=779

Berikut ini artikel tentang Potensi Pemanfaatan Semut Rangrang (Oecophylla smaradigna) sebagai Musuh Alami pada Pertanaman Kakao.

Tanaman Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki nilai ekonomis cukup baik dan peluang pasar yang besar. Hal ini dapat dilihat dari permintaan pasar dunia yang cenderung semakin meningkat.

Budidaya Semut Rangrang untuk Pengendali Hama Alami pada Tanaman Kakao

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki areal perkebunan kakao paling luas di dunia dan juga negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah pantai gading dan ghana. Tetapi sebagian besar kakao yang dihasilkan adalah kakao curah sekitar 13 %. Perkembangan tanaman kakao semakin luas setiap tahunnya mencapai 8% yang 90% di anataranya adalah perkebunan milik rakyat. Awal masuknya tanaman kakao di Indonesia dimulai pada tahun 1560 di Sulawesi.

Dalam melakukan pembudidayaan tanaman kakao terdapat masalah yang sering dihadapi petani indonesia adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), penurunan tingkat produktivitas, rendahnya kualitas biji kakao yang dihasilkan karena praktek pengelolaan usahatani yang kurang baik maupun sinyal pasar dari rantai tataniaga yang kurang menghargai biji bermutu, tanaman sudah tua, dan pengelolaan sumber daya tanah yang kurang tepat.

Masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) mengakibatkan kehilangan hasil mencapai 30 % setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat mengakibatkan kematian tanaman sehingga dalam budidaya kakao pada umumnya sekitar 40 % dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya pengendalian OPT.

Petani di Indonesia pada umumnya mengendalikan hama pada tanaman kako dengan menggunakan insektisida kimiawi. Penggunaan insektisida kimiawi yang tidak tepat akan membawa dampak yang buruk, lebih merugikan dibanding manfaat yang dihasilkan antara lain dapat menyebabkan timbulnya resistensi hama, munculnya hama sekunder, pencemaran lingkungan dan ditolaknya produk karena masalah residu melebihi ambang batas toleransi. Untuk mengtasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan pembenahan cara budidaya tanaman yang berwawasan lingkungan.

Penanganan OPT yang berwawasan lingkungan dilaksanakan dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). PHT merupakan suatu konsep atau paradigma yang dinamis, tidak statis, yang selalu menyesuaikan dengan dinamika ekosistem pertanian dan sistem sosial ekonomi dan budidaya masyarakat setempat. Penggunaan insektisida kimiawi diganti dengan pengendalian yang sederhana, murah, dan ramah lingkungan antara lain dengan penggunaan pestisida nabati dengan memanfaatkan tumbuhan, penggunaan musuh alami seperti parasitoid, predator, dan patogen serangga, serta penggunaan senyawa/bahan penolak serangga.

Pemanfaatan agens hayati atau musuh alami untuk pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah paling efektif digunakan. Salah satu contoh musuh alami untuk pengendalian PBK dan Helopelthis spp. berupa predator adalah semut rangrang (Oecophylla smaradigna).

Semut Rangrang (Oecophylla Smaragdina) termasuk serangga dalam ordo Hymenoptera, family Formicidae. Semut Rangrang ini terkenal karena kemampuanya membuat sarang yang unik di pucuk pohon. Meskipun tidak memiliki sengat, semut rangrang juga terkenal gigitannya yang terasa pedas, karena racun yang dikeluarkanya mampu menyerang saraf. Ukuran tubuh besar memanjang, berwarna coklat kemerahan atau hijau. Semut ini merupakan serangga sosial, hidup dalam suatu masyarakat yang disebut koloni.Terdapat dua spesies semut rangrang yaitu Oecophylla smaragdina yang tersebar di India, Asia Tenggara sampai Australia dan Oecophylla longinoda yang tersebar di benua Afrika.

Sebagai serangga sosial, semut rangrang melakukan semua aktivitasnya secara bersama-sama, antara lain penjelajahan wilayah, pengamanan koloni dari predator dan musuh, pencarian makan, dan pembuatan sarang. Semut rangrang yang bersifat predator dan agresif ini sering digunakan sebagai biokontrol agen pengendali hama pada perkebunan tropis untuk meningkatkan produksi tanaman, seperti yang dilakukan petani mete di Australia dan petani kakao di Vietnam. Selain digunakan sebagai agen pengendali hama, semut rangrang dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber protein dan asam lemak, terutama larva semut yang dapat dimakan langsung. Di beberapa negara, kelezatan semut rangrang mempunyai harga sangat tinggi, dan dipanen dalam jumlah besar, dengan cara ini semut rangrang berkontribusi terhadap sosial ekonomi lokal. Di Thailand Utara harga larva semut rangrang dua kali harga daging sapi berkualitas baik. Selain beberapa manfaat tersebut, semut rangrang juga digunakan sebagai salah satu alat pengobatan medis seperti yang dilakukan di China dan India. Di negara kita, telur dan larva semut rangrang biasa dimanfaatkan sebagai pakan burung kicau.

Hal ini telah menunjukkan bahwa keberadaan semut rangrang dapat memberikan manfaat ganda terhadap lingkungan kita, baik langsung maupun tidak langsung.

Secara alami semut rangrang akan melakukan aktivitas sejak menetas dan mulai mampu berjalan. Tetapi setelah dewasa semut rangrang akan melakukan tugas masing-masing individu dalam koloni berdasarkan fungsi reproduksinya, yang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu semut reproduktif dan semut nonreproduktif.

Dalam kondisi normal, baik lingkungan tempat tinggal sarang, suhu, intensitas cahaya, maupun ketersediaan makanan yang cukup, ratu semut rangrang mampu bertelur 240 s/d 700 butir per hari dalam bentuk gundukan sebesar setengah tetes air, terus-menerus selama 12 bulan sebelum akhirnya mati.

Telur-telur ini akan didistribusikan keseluruh sarang dalam koloni oleh semut pekerja dengan menempelkan setiap telur ke dinding sarang. Dengan mengabsorsi oksigen di udara sekitarnya, kandungan protein dalam telur akan tumbuh menjadi embrio yang dibantu suntikan nutrisi berupa fruktosa oleh semut pekerja sampai menjadi larva dan akan menetas pada hari ke-16.

Kulit bagian luar telur spesies oecophylla tidak berupa cangkang atau kepompong seperti spesies lain, ini dikarenakan semut dewasa memanfaatkanya untuk membuat jaring-jaring sutera pada sarang koloni.

Semut reproduktif terdiri dari ratu dan jantan. Ratu dan jantan memegang peran yang sangat menentukan dalam perkembangbiakan sebuah koloni. Dari ratu akan dihasilkan semua elemen koloni, seperti calon ratu, semut jantan, semut penjaga, maupun semut pekerja. Dibutuhkan kurang lebih 6 bulan terhitung setelah menetas bagi calon ratu untuk dapat mencapai kematangan dalam proses reproduksi.

Selengkapnya bisa dibaca pada http://www.bkpgorontalo.org/?option=detail&id=779

Jangan lupa baca juga:

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungan Anda, mari saling berbagi informasi, pengalaman, dan ilmu yang bermanfaat demi kesuksesan kita bersama dalam budidaya kroto. Silahkan berkomentar